Budayawan Betawi Ridwan Saidi Wafat dan Kontroversi Fatahillah Adalah Seorang Yahudi

Budayawan Betawi
Foto : Suara.com

SUMBAR24.COM — Budayawan Betawi, Ridwan Saidi, meninggal dunia hari ini, Ahad (25/12/2022). Semasa hidupnya, Ridwan Saidi, memiliki segudang cerita sejarah bagi Indonesia, mulai dari politik, olahraga, dan tentu saja budaya.

Dilansir dari Kurusetra.Republika.co.id, Ahad (25/12/2022) banyak dari cerita-cerita yang diwarisi Ridwan Saidi, ada satu yang menjadi kontroversi dan belum terselesaikan, yakni soal penetapan kapan tepatnya HUT Jakarta.

Babe Ridwan, begitu beliau biasa disapa, memang menjadi salah seorang budayawan Betawi yang getol menyuarakan ketidaksetujuannya tentang HUT DKI Jakarta yang jatuh pada 22 Juni 1527. Bahkan, Babe Ridwan menyatakan jika Fatahillah adalah keturunan Yahudi.

Babe Ridwan bukan sembarangan menolak, karena dia memiliki keyakinan dan data yang menurutnya valid.

Penetapan HUT DKI pada 22 Juni 1957 menurut penuturan sejarawan almarhum Prof Noegroho Notosusanto, berdasarkan disertasi Prof Dr Hoesein Djajadiningat yang dipertahankannya pada 1913 di Universitas Leiden, Belanda. Namun, yang menentukan 22 Juni sebagai hari lahir Jakarta adalah Prof Dr Soekanto, guru besar sejarah Fakultas Sastra UI, ketika menulis risalah Dari Djakarta ke Djakarta (1954).

Bertolak dari teori sejarawan Hoesein Djajaningrat, Prof Soekanto memperkirakan pertempuran antara Fatahillah melawan Francisco de Sa dari Portugal terjadi pada Maret 1527. Hingga, ia memastikan, pemberian nama Jayakarta dilakukan setelah bulan Maret itu.

Sayangnya, bahan-bahan sejarah yang kuat tak ada untuk menentukan tanggal dan bulan yang pasti pada pemberiaan nama Jayakarta itu. Karena itu, sejarawan Prof Noegroho Notosusanto memperkirakan, Prof Soekanto menempuh cara dugaan saat menetapkan 22 Juni 1527 yang bertepatan dengan 12 Rabiul Awal (hari kelahiran Nabi Muhammad Shalallahu Alahi Wassalam) yang merupakan hari raya Islam yang paling dekat dengan Maret.

Jadi, kata Prof Noegroho, teori ini tidak begitu kuat karena hanya bersifat dugaan. Meski begitu, teori yang berawal dari Prof Hoesein Djajaningrat ini kemudian diterima Pemda DKI di masa Wali Kota Sudiro (1953-1958).

Meski sudah ditetapkan, perayaan HUT Jakarta belum marak digelar. Paling-paling para pejabat DKI melakukan ziarah ke makam Pangeran Jayakarta di Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur.Baru pada masa gubernur Ali Sadikin HUT DKI diperingati secara meriah. Digelarlah Jakarta Fair di Silang Monas, tempat Pasar Gambir di masa Hindia Belanda.

Tak Setuju Hari Lahir Jakarta 22 Juni 1527
Ridwan Saidi pun sepemikiran dengan Prof Noegroho yang tidak setuju dengan penetapan 22 Juni 1527 sebagai hari lahir Jakarta. Ridwan Saidi di berbagai kesempatan menegaskan siap untuk debat pendapat mengenai ketidaksetujuannya. ”UUD saja bisa diubah, apalagi penentuan HUT DKI,” katanya. Babe Ridwan menyalahkan banyak sejarawan Indonesia yang mengutip sejarawan Belanda.

Tak hanya itu, Babe Ridwan yang pernah menjadi anggota DPR lewat PPP periode 1977-1987 itu juga menolak pendapat yang menyebutkan serangan Falatehan ke Sunda Kelapa sebagai perang agama. Falatehan atau Fatahillah disebut sejumlah sejarawan datang ke Sunda Kelapa untuk memerangi kaum kafir karena penguasa Pakuan Pajajaran memeluk agama kafir.

Ridwan memaparkan, ketika Falatehan menyerang Sunda Kelapa, agama Islam telah berkembang pesat di bandar pelabuhan ini dan daerah sekitarnya. Bahkan ia menilai, penaklukan Sunda Kelapa didorong oleh motivasi ekonomi.

”Kelak terbukti di dalam 92 tahun kekuasaan Cirebon/Banten Surosowan (Fatahillah, Tubagus Angke, Ahmad Jaketra) atas Pelabuhan Kalapa tidak membawa pengaruh atas penyebaran Islam. Karena mereka memang tidak menyebarkan Islam, melainkan berdagang saja,” tulis Ridwan dalam Babad Tanah Betawi.

LKB (Lembaga Kebudayaan Betawi) bahkan pernah berencana mendirikan patung Falatehan di pelabuhan Sunda Kelapa, Pasar Ikan, semacam patung Liberty di pelabuhan New York. Bahkan suatu tim kala itu sudah berangkat ke Amerika Serikat dalam upaya mewujudkannya yang hingga kini tidak kesampaian.

“Ketika Falatehan menaklukkan Portugal di teluk Jakarta, penduduknya sudah beragama Islam. Karena awal masuknya pengaruh Islam secara berencana di Nusa Kelapa dimulai dengan berdirinya pesantren Quro di Tanjung Pura, Karawang.”

Fatahillah Adalah Seorang Yahudi
Dalam video yang diunggah Macan Idealis di YouTube beberapa tahun lalu, Ridwan Saidi menyatakan Fatahillah merupakan rombongan Yahudi yang kabur dan hanya membawa teman sekitar selusin pada 1540. Fatahillah masuk ke Sunda Kelapa, yang sedang dalam pembangunan menjadi kota baru.

“Di sana ada kontingen tentara Bugis, Lombok di samping tentara Sunda Kelapa. Maka dia mau menyerang siapa, kekuatannya tidak seberapa, akhirnya dia membakar Pasar Pisang di Jalan Kunir sekarang.”

“Itu yang membuat Fatahillah dijuluki Falatehan. Falatehan, menurut Babe Ridwan, bukan dari bahasa Portugis, tapi dari bahasa Armenia yang menyerap ke bahasa Sunda. Artinya adalah penyulut api, Fatahillah tidak ketahuan mati di mana, karena dikepung oleh orang-orang Betawi dan dipukuli.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *