Tenis  

Amanda Anisimova dan Musim Terbaiknya: Kisah Perubahan dari Perspektif Sang Pelatih

Amanda Anisimova dan Musim Terbaiknya Kisah Perubahan dari Perspektif Sang Pelatih
Amanda Anisimova - Dokumentasi Instagram/@amandaanisimova

Di ruang pemain yang ramai menjelang babak semifinal WTA Finals 2025, Hendrik Vleeshouwers tampak santai dengan senyum ramah dan topi khaki bertuliskan Boston Red Sox.

Di balik sikap kalemnya, ada kebanggaan besar, sebab anak asuhnya, Amanda Anisimova, tengah menjalani musim terbaik dalam kariernya.

Petenis berusia 24 tahun itu berhasil menembus semifinal WTA Finals untuk pertama kalinya, menandai puncak dari perjalanan panjang yang penuh transformasi.

Pada pertandingan terakhirnya, Anisimova membuat kejutan besar dengan mengalahkan Iga Swiatek, unggulan kedua dunia, untuk kedua kalinya secara beruntun.

Prestasi tersebut bukan sekadar keberuntungan. Sejumlah catatan statistik membuktikan kebangkitan luar biasa petenis asal Amerika Serikat itu. Sepanjang musim ini, Anisimova telah:

Mengalahkan 10 petenis Top 10 dunia, lebih banyak dari total kemenangan atas Top 10 sepanjang kariernya sebelumnya.

Memenangi 13 pertandingan tiga set beruntun, seluruhnya di ajang Grand Slam, WTA 1000, dan 500.

Menaklukkan empat juara Grand Slam berbeda, pencapaian yang belum pernah terjadi selama tujuh tahun terakhir.

“Data itu luar biasa,” kata Vleeshouwers sambil tersenyum. “Setiap kali saya menunjukkan statistik semacam ini padanya, saya bilang, ‘Lihat, kamu mampu bersaing dengan yang terbaik.’”

BACA JUGA: Jadwal Semifinal WTA Finals Riyadh 2025: Sabalenka, Rybakina, Pegula, dan Anisimova Berebut Tiket ke Final

Fondasi dari Perubahan

Vleeshouwers bergabung dengan tim Anisimova pada pertengahan 2024, tak lama setelah petenis itu kembali dari masa rehat panjang. “Kami mulai dari nol,” kenangnya.

“Ia baru keluar dari masa sulit, tapi saya melihat potensi mentah yang luar biasa. Tugas saya adalah mengubah potensi itu menjadi mesin yang konsisten.”

Setelah vakum sejak April 2023 karena kelelahan mental, Anisimova memutuskan untuk kembali ke lapangan pada Januari 2024.

Sang pelatih mengaku fokus awal mereka bukan sekadar teknik, tetapi juga kebugaran dan kepercayaan diri.

“Kami berlatih agar dia tak takut bermain panjang, tak ragu menjalani reli-reli panjang,” jelas Vleeshouwers. “Ketika ia percaya pada tubuhnya, ia otomatis percaya pada pukulannya.”

Setelah memperkuat dasar fisik, mereka mulai memperbaiki aspek teknis seperti backhand, forehand, dan serve, lalu berlanjut ke disiplin taktis yang membuat permainannya kini jauh lebih matang.

Tenang, Bebas, dan Berani

Kemenangan atas Swiatek menjadi contoh nyata perubahan besar dalam mentalitas Anisimova. Meski kalah di set pertama, ia tetap tenang dan tak terpancing emosi.

“Itu yang kami kejar,” kata sang pelatih. “Ketika dia bisa tetap kalem, itu pertanda dia sudah mengendalikan permainan. Emosi pasti muncul, tapi tugas saya memastikan dia belajar dari setiap momen.”

Vleeshouwers pun memuji kemampuan alami Anisimova dalam mengolah bola. “Jika kamu duduk di pinggir lapangan, kamu akan melihat betapa alami dan mudahnya tenaga yang dihasilkannya. Backhand-nya adalah salah satu yang terbaik di dunia, tak perlu diragukan.”

BACA JUGA: Daftar Petenis Lolos ke Semifinal WTA Finals 2025 Riyadh: Empat Petenis Putri Dunia Siap Bersaing

Pelajaran dari Kekalahan

Musim 2025 menjadi tahun penuh pengalaman pertama bagi Anisimova, mulai dari masuk Top 10 dunia, final Grand Slam perdananya di Wimbledon, hingga debut di WTA Finals.

Meski kalah di final Wimbledon, Vleeshouwers menganggap itu sebagai momen pembelajaran besar. “Saya bilang padanya, ‘Hari ini bukan kamu yang biasanya. Tapi itu wajar. Pengalaman baru memang kadang menakutkan.’”

Yang paling mengesankan baginya bukan sekadar permainan, melainkan cara Anisimova menerima kekalahan.

Ucapannya usai final yang penuh ketenangan dan respek membuat banyak penonton di seluruh dunia terharu. “Hanya juara sejati yang bisa bersikap seperti itu,” tutur pelatih asal Belanda itu.

Beberapa bulan kemudian, Anisimova menebus kekalahan itu dengan mengalahkan Swiatek di perempat final US Open 2025.

“Dia menonton ulang pertandingan Wimbledon malam sebelum menghadapi Iga. Itu tidak mudah, tapi langkah berani itu menunjukkan kedewasaannya,” kata Vleeshouwers.

Menuju Level Selanjutnya

Menurut sang pelatih, hal terbesar yang berkembang dari permainan Anisimova adalah kesadaran taktis dan konsistensi.

“Sekarang dia tahu kapan harus menyerang, kapan bertahan, dan bagaimana mengubah strategi saat tertinggal. Itulah tanda pemain besar.”

Dengan 13 kemenangan tiga set berturut-turut, daya adaptasi menjadi senjata utamanya. “Kamu bisa kehilangan semua laga seperti itu, tapi Amanda selalu menemukan cara untuk menang,” ujarnya.

Saat ditanya apakah Anisimova terkejut dengan performanya tahun ini, sang pelatih tersenyum.

“Awalnya dia bilang iya. Tapi sekarang dia bilang, ‘Aku pantas bersaing dengan para pemain top dunia.’ Sebagai pelatih, itu kalimat terbaik yang bisa kamu dengar.”

BACA JUGA: Aryna Sabalenka Singkirkan Coco Gauff, Lengkapi Daftar Semifinalis WTA Finals 2025 di Riyadh

Lalu, apa langkah berikutnya? “Untuk menjadi juara Grand Slam, dia hanya perlu terus belajar dari setiap pengalaman,” ujar Vleeshouwers yakin. “Setiap kekalahan tahun ini adalah bahan bakar untuk masa depan.”

Dan meski Anisimova baru berusia 24 tahun, pelatihnya percaya perjalanan ini baru dimulai. “Dia punya segalanya, teknik, kekuatan, dan sekarang mental yang matang. Tinggal bagaimana dia mempertahankan konsistensi itu,” pungkasnya.